Pandangan Kristen Dalam Bertoleransi Agama

Share it:
ad

Kata toleransi memang tidak ada dalam Alkitab. Bahkan dalam Alkitab, terutama dalam Perjanjian Lama, justru lebih banyak dicatat tentang hukuman bagi mereka yang menyembah ilah lain. Sementara dalam Perjanjian Baru juga tertulis, “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?” (2 Kor. 6:14). Hal-hal di atas kemudian sering memunculkan pertanyaan, apakah kita harus memusuhi orang-orang yang berbeda iman dengan kita? Apalagi ini masih ditambah fakta bahwa belakangan ini konflik atas nama agama juga makin banyak terjadi.

Toleransi bukanlah kompromi



Ini satu hal yang harus kita pahami. Sebagian orang buru-buru menolak konsep toleransi agama di masyarakat. Alasannya, toleransi dimaknai sebagai tindakan menerima iman yang lain dalam artian ikut mengimani hal yang sama atau mencampur adukkan ajaran-ajaran tersebut untuk memaknainya sebagai kebenaran. Padahal, bukan itu yang dimaksud dengan toleransi.

Menerima dalam toleransi berarti menyadari dan menghormati keberadaannya. Kita sadar ada orang yang punya pandangan berbeda dalam mengenali Tuhan. Beberapa pandangan orang itu bahkan sangat bertentangan dengan apa yang kita yakini. Kita pun sadar dan kita tetap hormat pada orang itu. Kita bukannya lantas mencibir bahkan mengganggu atau merendahkannya. Itulah yang dinamakan toleransi. Sama sekali bukan berarti kita ikut meyakini atau mengikuti apa yang dianggap orang lain sebagai kebenaran. Toleransi di sini lebih berarti tidak memberi pandangan menghakimi terhadap satu sama lain. Satu kata kunci yang lain adalah kasih. Hukum kasih mengatakan, kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri dan berdoalah bagi mereka yang membencimu.

Lihatlah Yesus yang menunjukkan teladan bagaimana kita bersikap menghadapi orang-orang yang berbeda keyakinan dengan kita. Kita membaca bahwa Yesus melarang para murid yang mencegah orang-orang di luar mereka yang mengusir setan dalam nama Yesus (Luk. 9:49-50). Yesus juga menolak dan bahkan menegur pada Yohanes dan Yakobus yang marah dan hendak mengutuk orang-orang Samaria yang menolak Yesus (Luk. 9:52-56). Ia juga dengan hormat memperlakukan perempuan Samaria yang Ia temui di sebuah sumur (Yoh. 4:7-27). Semua hal di atas adalah contoh nyata tindakan Yesus yang toleran.
 
Apakah orang Kristen harus bersikap eksklusif?



Toleransi juga sering disalahpahami karena adanya ayat bahwa terang tidak boleh bersatu dengan gelap (2 Kor. 6:14). Tentu saja ayat ini bukan berarti orang Kristen harus eksklusif. Sebaliknya, justru contoh-contoh kehidupan Yesus dan para rasul sangatlah inklusif. Mereka hidup berbaur dan membawa pengaruh bagi orang-orang lain, termasuk yang tidak percaya. Yesus bahkan lebih lagi, Ia bergaul dengan orang-orang yang dianggap sebagai sampah masyarakat di waktu itu. 

Kedatangan Yesus ke dunia adalah satu bentuk dialog antara Dia dan dunia. Mengapa Dia berbuat demikian? Karena Allah begitu mengasihi kita. Hakikat Allah adalah kasih. Jelas tidak ada kasih yang eksklusif. Bahkan Yesus berkata, “Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian.” (Luk. 6:33). Jika kita berkata kita ingin menerapkan perbuatan kasih, maka tidak ada cara lain selain kita harus keluar dan membagikannya kepada orang-orang bahkan kepada mereka yang membenci kita. 

Bagaimana cara orang Kristen hidup toleran?

1. Memperkuat fondasi



Dunia yang kita tinggali sekarang adalah dunia yang penuh dengan pemikiran yang lebih relativisme (tergantung tempat dan waktu). Alkitab pernah menyinggung tentang perlunya kita tetap waspada dalam menghadapi rupa-rupa pengajaran (Ef. 4:14). Oleh sebab itu kita perlu untuk lebih dulu memperkuat pemahaman tentang kebenaran firman Tuhan. Mintalah hikmat Tuhan agar kita tahu menimbang serta mengetahui mana yang benar dan mana yang salah (I Raj. 3:9).

2. Berbaur



Kita tidak mungkin akan dapat melaksanakan panggilan kita untuk memuridkan jika yang kita lakukan adalah berdiam di rumah saja dan tidak pernah berbaur di masyarakat tempat kita tinggal. Relasi adalah awal mula kepercayaan dan percakapan yang membuka pintu untuk kita dapat memberitakan iman kita.

3. Hidup dalam Persekutuan Kristen dan Non-Kristen



Jika Anda belum memiliki persekutuan orang-orang Kristen, maka carilah. Persekutuan Kristen akan membantu Anda tetap berjalan pada jalur yang benar, menjaga prioritas, dan memberi dorongan untuk terus maju. Carilah seorang mentor, carilah seseorang yang sudah berpengalaman dalam perjalanan iman dan belajar dari mereka. Juga, carilah orang-orang non-Kristen dan jalinlah relasi yang dekat dengan mereka -- bukan sebagai proyek untuk Anda "menyelamatkan" mereka, tapi karena Anda mengasihi mereka. 

4. Bersaksi atau...?



Apa yang kita lakukan adalah bersaksi. Tapi, kadang sebagian orang Kristen menyamakan hal ini dengan membawa jiwa atau membawa orang ke gereja. Bersaksi adalah tugas kita. Tapi, apakah seseorang akan menerima Kristus dalam hatinya atau tidak adalah pekerjaan Tuhan. Kita mungkin bisa mengajak orang lain ke gereja, tapi kita tidak bisa mengetahui apakah hatinya memang sudah benar-benar menerima Kristus atau belum. Inilah yang harus kita sadari. 

Menyaksikan kasih Kristus baik dalam kata-kata atau bersaksi melalui perbuatan (yang ini mestinya lebih diutamakan) adalah kewajiban kita. Tugas kita bukanlah membuat orang harus menjadi jemaat satu gereja. Meski demikian, kita harus tetap siap menjelaskan tentang Injil itu sesuai dengan keadaan mereka. 


Share it:
Next
This is the most recent post.
Previous
Posting Lama

Inspirasi

Tips & Inspirasi

Post A Comment:

0 comments: