Menegur pemimpin, apalagi pemimpin rohani, adalah satu hal yang sering kali menjadi permasalahan para jemaat. Memang harus diakui, ada kalanya pendeta pun melakukan kesalahan. Sama seperti jemaat juga demikian. Alkitab dalam 2 Timotius 4:2 mengatakan, “Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran.” Teguran kadang memang diperlukan, bahkan teguran pada orang yang lebih tua (1 Tim. 5:1). Akan tetapi, semua itu harus dilakukan dengan cara dan sikap yang benar.
Sungkan menegur?
Kita hidup di Indonesia, satu negara yang kental dengan budaya menghormati orang yang lebih tua dan lebih tinggi kedudukannya. Beberapa hal yang sering kali membuat orang sungkan menegur adalah:
1. Pemimpin adalah orang pilihan.
Sebenarnya kalimat ini tidak salah. Ketika seseorang akhirnya bisa menjadi pemimpin, itu pasti atas seizin dan pilihan dari Tuhan untuk maksud-Nya yang mulia. Namun, ada kalanya kalimat ini diartikan sedemikian rupa hingga terkesan bahwa karena orang pilihan, maka ia punya kuasa yang tidak bisa diganggu gugat. Bahkan, mereka yang mengusik keputusan dan sikap orang pilihan pasti dianggap salah. Padahal, banyak ayat dalam Alkitab menasihatkan umat Tuhan untuk saling menegur dalam kasih. Jika teguran itu lalu berkembang menjadi ancaman, fitnah, teror, bahkan serangan fisik, maka itu jelas salah.
2. Jangan menghakimi!
Demikian kata Matius 7:1. Ayat ini kadang dianggap sebagai bentuk larangan bagi orang Kristen untuk menunjukkan kesalahan seseorang, apalagi pemimpin rohani. Pengertian ini pun kadang membuat orang Kristen seakan dilarang kritis. Jelas, Alkitab tidak mengharapkan agar anak Tuhan itu tidak kritis, hanya ikut arus, dan menerima saja semua yang terjadi, termasuk jika yang terjadi itu adalah ketidakadilan atau sesuatu yang tidak sesuai firman. Punya pendapat beda jelas tidak sama dengan menghakimi. Orang yang menghakimi, seperti orang Farisi, adalah orang yang didasari rasa superior, merasa lebih suci dan lebih kudus dari orang lain sehingga kemudian menjatuhkan orang lain. Sebaliknya, lihat saat Paulus mengkritik Petrus, itu adalah teguran kasih, bukan didasari oleh rasa ingin menjatuhkan. Inilah yang harus kita contoh. Jadi, di sini intinya adalah motivasi kita.
3. Siapa kamu? “Kalau kamu merasa lebih bisa, kenapa bukan kamu saja yang jadi pemimpin?”
Demikian jawaban yang sering kali membuat orang yang ingin memberi masukan pada pemimpin langsung mati kutu. Jika begitu, apakah seorang pemimpin hanya boleh ditegur atau dinasihati oleh sesama pemimpin, atau bahkan orang yang lebih tinggi kedudukannya dari dia?
4. Teguran yang sesuai prinsip firman Tuhan
Teguran kepada pemimpin hendaknya merupakan wujud dari rasa kasih kita kepada dia. Setiap orang pasti memiliki sudut di mana ia butuh orang lain untuk membantu melihatnya. Di sinilah kita perlu membantu para pemimpin agar bisa bekerja lebih baik lagi. Jadi, kita bukannya menjadi tukang kritik yang selalu berusaha mencari kesalahan pendeta kita. Satu teguran yang kita sampaikan pada seorang pemimpin hendaknya disampaikan setelah digumulkan dulu dalam doa. Fakta, dasar firman Tuhan, dan doa hendaknya selalu ada. Jika salah satunya tidak ada, maka urungkan niat Anda menegur. Demikian pula, etika dalam menegur juga harus jadi perhatian khusus. Janganlah menegur dengan mempermalukan hingga justru menjadi batu sandungan bagi orang lain; sampaikan teguran dengan sopan dan adil.
5. Sikap hati yang benar dan kedewasaan rohani wajib dimiliki sebelum mengkritik.
Yesus pernah bicara tentang “balok di dalam matamu dan selumbar di mata saudaramu”. Ini adalah peringatan agar sikap hati kita jangan seperti orang munafik. Kita mengkritik si A korupsi, sementara kita sendiri di kantor juga berbuat hal yang sama. Kontrol diri juga harus dimiliki, agar kita jangan terbawa emosi atau menjadikan kritik sebagai kebiasaan (sehingga selalu berusaha mengkritik, sekalipun hal yang dikritik itu bisa diselesaikan dengan bicara baik-baik). Pada akhirnya, sikap hati yang mengampuni juga harus kita miliki.
Post A Comment:
0 comments: